Seandainya Pak Amien Tetap Nyapres
![]() |
Pertemuan petinggi Gerindra, PAN dan PKS mematangkan rencana mengusung Prabowo Subianto sebagai Capres 2019 di kediaman Prabowo, kawasan Kebayoran Baru. Foto : Kompas.com, 14/7/2018 |
Trio partai Gerindra, PKS, dan PAN sudah sepakat untuk berkoalisi di Pilpres 2019
dengan mengusung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Koalisi
ini agaknya telah mengakhiri teka-teki tentang siapa sebetulnya calon presiden
yang akan diusung oleh koalisi ketiga partai tersebut sebagai penantang kubu
sebelah yang sejak awal sudah memastikan Jokowi sebagai satu-satunya Capres.
Tapi entah kenapa saya kok masih tak yakin dengan koalisi ketiga partai ini. Kenapa ya?
Ada beberapa hal yang perlu kita telusuri ke belakang menyangkut keseriusan koalisi
ini.
Memang koalisi ketiga partai ini sempat bikin publik gondokon menunggu info siapa sebetulnya calon presiden yang akan
mereka usung. Internal Gerindra sendiri
awalnya terpecah soal isu capres. Satu kubu yang setidak-tidaknya
diwakili Fadli Zon bilang Prabowo pasti kembali maju menjadi capres.
Sementara kubu lain yang diwakili oleh Desmond
J Mahesa bilang bahwa kemungkinan Prabowo tak akan maju nyapres karena merasa
sudah tua dan sepuh. Pengennya jadi king maker nya saja, tak perlu maju
langsung sebagai capres. Sepertinya kubu
ini tak begitu bersemangat mendorong Prabowo maju.
Sebagai partai, menurut kubu kedua ini Gerindra
ingin tetap menjadi pemenang pemilu. Tetapi tidak mesti Prabowo capresnya.
Artinya kekalahan dua kali Prabowo dalam Pilpres sebelumnya (2009 gagal jadi
wapres Megawati dan 2014 gagal jadi capres) dikuatirkan akan terulang kalau
tetap Prabowo sebagai capres. Artinya pula menurut kubu ini perlu capres
alternatif untuk memenangkan pilpres 2019 melawan petahana Jokowi.
Tapi ada juga keraguan sepertinya Prabowo
memang tidak pede nyapres karena
dananya cekak. Itulah sebabnya mantan
Danjen Kopassus ini kemudian berinisiatif menggalang dana publik dengan titel galang
perjuangan yang kabarnya setelah berjalan beberapa hari sudah berhasil
mengumpulkan ratusan juta rupiah.
Fakta terakhir pun menunjukkan Partai Gerindra
kemudian pun mendekat ke Partai Demokrat yang dinilai lebih punya kocek besar
untuk membiayai koalisi ketimbang dua partai yang sudah ada. Sampai-sampai PKS
sempat protes bahwa pembicaraan mengenai cawapres seharusnya dibicarakan
bersama-sama dengan semua partai koalisi. Menurut saya termasuk sebenarnya
protes PKS adalah kenapa Gerindra ketemu Demokrat dan kemungkinan besar akan
ikut berkoalisi tetapi tak ngomomg-ngomong ke PKS.
Anehnya kemudian Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan
juga mengadakan pertemuan dengan Partai Demokrat. Agendanya apalagi kalau bukan
kemungkinan koalisi. Di sini sepertinya PKS terlihat merasa ditinggalkan.
Sebelumnya sebagai bentuk kepercayaan diri
sebagai anggota tetap koalisi, PKS dari jauh hari sudah menyodorkan sederetan
nama yang hukumnya wajib salah satunya dipilih Prabowo untuk menjadi Cawapres dengan deadline waktu
tertentu. Namun, sialnya sampai batas waktu yang diinginkan PKS, Prabowo dan
Gerindra tak kunjung memastikan memilih salah satu dari sederetan nama
tersebut.
Sehingga elit PKS sempat mutung, kalau cawapresnya bukan dari PKS kemungkinan PKS akan
hengkang dari koalisi. Karena PKS tak sudi hanya menjadi penggembira belaka
kata Tifatul Sembiring, salah seorang
pentolan PKS. Bahkan sempat pula PKS mewacanakan mengusung pasangan Anies
Baswedan- Aher maju sebagai capres dan cawapres yang akan diusung pada Pilpres
2019.
Sementara, Partai Amanat Nasional (PAN)
terlihat unik juga persoalannya. Para petinggi formal partai sepertinya setuju
untuk mengusung Ketua PAN Zulkifli Hasan sebagai cawapres untuk dipinang
Prabowo.
Tapi dari berbagai pemberitaan media yang
berkembang justru pendiri dan sesepuh PAN, Amien Rais sudah menyatakan diri
juga akan maju sebagai calon presiden. Kabarnya beliau terinspirasi oleh
kemenangan tokoh gaek Malaysia, Mahathir Mohammad yang berhasil menang dalam
pemilu raya Malaysia dan menjadi Perdana Menteri tertua di dunia saat ini.
Walaupun sebelumnya bersama Prabowo, Amien Rais
sudah bertemu dengan Habieb Rizieq di Mekah memantapkan keberadaan Koalisi Umat
yang pastinya akan mengusung Prabowo sebagai Capres. Namun tiba-tiba muncul
Koalisi Keumatan lain yang diketuai oleh mantan Mendagri, Syarwan Hamid.
Koalisi Keumatan ini telah mendeklarasikan dukungan kepada Amien Rais untuk
maju sebagai Capres 2019.
Nah, bingungkan? Bagaimana sebetulnya deal politiknya. Apakah memang yakin
bahwa koalisi partai pendukung Prabowo sebagai capres ini hanya tinggal
memastikan siapa cawapres yang akan mendampinginya?
Saya tidak yakin betul bahwa koalisi partai ini
akan kompak mengusung satu nama sebagai cawapres karena untuk capres pun
sepertinya PAN atau setidaknya Amien Rais menurut saya belum ihklas betul
mendukung Prabowo sebagai Capres.
Terlepas dari pemahaman bahwa setiap manuver
politik yang dilakukan partai dan elit partainya sebagai upaya untuk menaikkan bargaining position dalam koalisi dan
hal itu sah-sah saja dilakukan sebagai sebuah dinamika politik, saya memaknai secara tersirat bahwa
sebenarnya yang senantiasa diributkan partai politik dengan para elitnya memang
tak jauh dari kursi, posisi dan jabatan politik. Maka manuver apapun sah
dilakukan sepanjang tujuannya untuk menaikkan posisi tawar partai dan elit
partai bukan demi kepentingan rakyat semata.
Secara langsung salah seorang elit Gerindra,
Desmond J Mahesa mengomentari berbagai manuver Amien Rais sebagai lucu-lucuan
belaka. Desmond menuding Amien kembali akan menjadikan Prabowo sebagai alat
politik. Tidak jelas juga maksudnya alat politik seperti apa kongkretnya. Tapi
sebaliknya Prabowo sempat bicara bahwa ada pihak-pihak tertentu yang berusaha
memecah belah hubungannya dengan Amien Rais, yang pernah disebutnya sebagai
guru politiknya.
Memang menurut pengamat politik UI, Arbi Sanit,
hubungan kedekatan antara Amien dan
Prabowo sudah berlangsung sejak Reformasi 1998. Lha terus kalau Amien memperalat Prabowo tersebut konteksnya
bagaimana?
Tapi berbagai kemungkinan dalam politik bisa saja
terjadi. Dalam dunia politik tidak ada kawan atau lawan yang abadi, yang ada
hanyalah kepentingan yang abadi. Kepentingan politik suatu ketika dapat saja
mengubah kawan menjadi lawan atau sebaliknya.
Nah, kalau memang seperti itu bisa saja
kemudian Amien Rais dengan PAN keluar dari koalisi yang sudah dideklarasikan
sekarang dan kemudian membentuk poros kekuatan politik lain bersama Partai
Demokrat misalnya. Bisa saja Amien Rais - Agus Yudhoyono kemudian maju sebagai
pasangan Capres dan Cawapres. Tapi memang harus ditambah untuk dengan satu atau
beberapa dukungan partai lain agar syarat Presidential
Treshold terpenuhi.
Sedangkan bagi PKS, kalau ternyata cawapres
yang dipilih Prabowo bukan orang mereka bisa jadi mutungnya akan dilanjutkan.
Pilihan keluar dari koalisi bisa saja dilakukan untuk mengusung pasangan calon
lainnya tentu saja dengan menggandeng partai-partai lainnya yang sama-sama
mutung dari koalisi pihak sebelah.
Namun pada
sisi lain saya membayangkan kalau memang Prabowo tidak terlalu bernafsu menjadi
Presiden saat ini, tetapi memang sekedar mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa
dan negara kenapa tidak menjajaki kemungkinan untuk berpasangan dengan Jokowi, Prabowo menjadi Cawapresnya. Saya yakin dengan
siapapun bertarung pasangan ini akan unggul dalam Pilpres 2019.
Secara finansial Prabowo pun diuntungkan karena
tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam apalagi sampai harus menggalang dana
publik untuk mendanai pencapresan. Secara politis prosfeknya pun lumayan bagus
bagi Prabowo. Bila dalam Pilpres 2019 pasangan Jokowi – Prabowo menang, secara politis akan mendongkrak elaktabilitas
Prabowo dan masa 5 (lima) tahun sebagai wapres bisa digunakan untuk investasi
politik dan mengumpulkan dana untuk dapat maju sebagai capres pada pemilu 2024.
Jokowi tak akan bisa maju lagi sebagai capres
pada Pilpres berikutnya karena sudah menjabat sebagai presiden selama 2 (dua)
periode. Dengan demikian Prabowo akan melenggang tanpa saingan untuk menjadi
capres pada 2024. Alternatif demikian menurut saya layak dicoba, ketimbang
Prabowo jadi capres seumur hidup.
Tapi sayangnya, pertemuan terakhir Prabowo
dengan SBY sudah begitu memastikan bahwa Gerindra dan Demokrat sudah pasti
berkoalisi dalam Pilpres nanti. Kekuatan dua partai ini saja sudah lebih dari
cukup memenuhi syarat untuk mengusung pasangan Capres dan Wapres untuk
bertarung dalam Pilpres 2019.
Maka tinggallah PAN dan PKS yang berada pada
posisi yang tidak terlalu dibutuhkan Gerindra untuk bergabung dalam Koalisi. Mau
tetap gabung silahkan mau keluar tapi
mau kemana?
Bagaimana Pak Amien tetap mau nyapres? Apa PKS
tetap juga akan mengusung pasangan sendiri
dalam Pilpres? Mungkin bisa juga kedua partai ini bikin koalisi alternatif
dengan menambahkan Partai Bulan Bintang (PBB). Tapi sayangnya perolehan kursi
legislatif ketiga partai ini tetap saja tak bisa untuk meraih tiket mengusung
calon sendiri dalam Pilpres.
Sudahlah tetap saja di koalisi sebelumnya.
Untung-untung Prabowo jadi Presiden, sekurang-kurangnya satu atau dua kursi
menteri bisa didapatkan. Lumayan juga ketimbang ketinggian berharap jadi
Presiden.
loading...
Posting Komentar untuk "Seandainya Pak Amien Tetap Nyapres"